Survival; Tumbuhan Penyelamat di Saat Darurat
Aktivitas di alam terbuka
sering memunculkan situasi darurat. Tersesat, terhadang cuaca buruk,
atau kehabisan bekal. Jangan panik, tumbuhan liar hutan menyediakan
aneka daun, buah, umbi, batang yang bisa dimakan, asalkan kita mengenal
ciri-cirinya.
Kalau Agan mengaku pencinta alam yang
doyan menempuh rimba atau mendaki gunung, pasti kenal dengan istilah
survival, yaitu upaya untuk bisa bertahan hidup di alam liar.
Pengetahuan survival wajib dikuasai oleh para petualang untuk menghadapi
situasi darurat lantaran kehilangan orientasi atau kehabisan bekal.
Menurut para ahli, 10% dari keseluruhan
jenis tumbuhan berbunga di dunia ada di Indonesia, Artinya kita memiliki
kurang lebih 25.000 jenis tumbuhan berbunga. Jika ditambah dengan
tumbuhan tak berbunga dan jamur, maka jumlahnya akan berlipat-lipat.
Dari keseluruhan jenis tumbuhan itu ada yang beracun, ada yang bisa
dimakan, dan ada yang disarankan untuk dimakan.
Tak beracun = dimakan satwa
Untuk mengetahui apakah suatu jenis tumbuhan di hutan aman atau tidak untuk dimakan, ada beberapa kunci yang bisa dijadikan pegangan.
Tumbuhan yang daun, bunga, buah, atau
umbinya biasa dimakan oleh satwa liar, adalah tumbuhan yang tidak
beracun. Jadi kita bisa mengkonsumsinya. Sementara, tumbuhan yang berbau
tidak sedap dan bisa membuat pusing, serta tidak disentuh oleh binatang
liar, sebaiknya jangan disentuh. Juga tumbuhan bergetah yang membikin
kulit gatal, dianjurkan untuk dihindari.
Tumbuhan lain yang perlu disingkirkan
adalah tanaman yang daunnya bergetah pekat, berwarna mencolok, berbulu,
atau permukaannya kasar. Tanaman dengan daun yang keras atau liat juga
jangan dikonsumsi. Jika mendapatkan tumbuhan kemaduh (Laportea
stimulans) waspadalah lantaran bulu pada daunnya membuat kulit gatal dan
panas.
Sementara itu beberapa jenis tumbuhan
yang mungkin ditemui di hutan dan dapat dimakan meliputi beragam jenis.
Di antaranya keluarga palem-paleman, misalnya kelapa, kelapa sawit,
sagu, nipah, aren, dan siwalan. Bukan hanya bagian umbutnya (bagian
ujung batang muda dan berwarna putih) yang bisa dimakan, tapi juga
buahnya (seperti kelapa dan siwalan).
Jenis jambu-jambuan yang masuk dalam
keluarga Myrtaceae juga banyak dijumpai di hutan. Ciri-ciri Myrtaceae
adalah daunnya berbau agak manis jika diremas. Bunganya memiliki banyak
sekali benang sari dengan buah yang enak dimakan.
Tumbuhan semak dari keluarga begonia
juga bisa jadi penyelamat dalam keadaan darurat. Daun begonia umumnya
berbentuk jantung tidak simetris. Beberapa jenis dijadikan tanaman hias.
Bila tangkai daunnya yang masih muda dikupas dan dimakan, rasanya masam
dan sedikit pahit.
Beberapa jenis keladi umbinya bisa
dimakan, meski pada jenis lain umbinya menyebabkan gatal di mulut dan
bibir. Untuk itu dianjurkan untuk tidak sembarangan melahap keladi
hutan. Sebaiknya dicoba dulu dalam jumlah kecil. Hindari makan iles-iles
(Amorphophallus sp.)
Tumbuhan merambat dan melilit di pohon
lain, bisa dimakan jika lilitan batang ke arah kanan (searah dengan
jarum jam). Di antaranya gembili (Dioscorea aculeata), gembolo
(Dioscorea bulbifera), ubi rambat. Tapi bila arah lilitannya ke kiri
(berlawanan arah jarum jam) dan batangnya berduri, harus
ekstrahati-hati. Jenis yang kedua ini misalnya gadung (Dioscorea
hispida), yang beracun, walau tetap dapat dimakan setelah melalui proses
pengolahan khusus.
Sementara keluarga rumput-rumputan
seperti tebu dan beberapa jenis bambu, rebungnya enak dimakan. Demikian
pula pisang hutan bisa langsung dikonsumsi.
Di tempat yang lembap dan tinggi, jenis
paku-pakuan tunas dan daun mudanya enak dimakan. Tumbuhan lain yang
buahnya juga bisa dimakan misalnya markisa (Passiflora sp.). Markisa ini
adalah tumbuhan merambat dengan bunga khas. Beberapa anggota keluarga
sirsak (Annonaceae), misalnya Annona muricata, daging buahnya segar.
Buah lainnya semisal senggani (Melastoma sp.), arbei hutan (Rubus), dan
anggur hutan
Hindari warna mencolok
Selain tumbuhan di atas, jamur juga bisa
menjadi dewa penyelamat bila tersesat. Menurut literatur, sudah
ditemukan 38.000 jenis jamur di seantero dunia. Di antaranya ada yang
enak dimakan, tapi sayang, yang tidak boleh dimakan karena beracun lebih
banyak lagi. Tidak heran bila budaya makan jamur yang layak konsumsi
konon sudah ada sejak jaman Mesir Kuno.
Untuk mengetahui jamur itu beracun atau
tidak, bisa dilihat dari bentuk, warna, dan tempat tumbuhnya. Sementara
di laboratorium, bisa dilakukan analisis secara kimiawi maupun dengan
hewan percobaan. Tetapi jika sedang dihadapkan pada masalah mendesak
survival di hutan belantara, mustahil bisa pergi ke laboratorium dulu
untuk memastikan apakah jamur yang ditemukan itu beracun atau tidak.
Karena itu kita perlu mengenal jamur-jamur yang biasa dikonsumsi
masyarakat.
Untuk menghindari makan jamur liar
beracun, perlu diketahui ciri-cirinya. Yaitu, warna payungnya gelap atau
mencolok misalnya biru, kuning, jingga, merah. Perkecualian untuk jamur
kuping dengan payung coklat yang toh juga dapat dimakan.
Bau tidak sedap lantaran kandungan asam sulfida atau amonia juga sekaligus menunjukkan jamur tersebut tak layak konsumsi.
Bau tidak sedap lantaran kandungan asam sulfida atau amonia juga sekaligus menunjukkan jamur tersebut tak layak konsumsi.
Tahukah Anda, beberapa jenis jamur ada
yang memiliki cincin atau cawan pada tangkainya, misalnya jenis Amanita
muscaria, dalam bahasa Jawa disebut supa-upas. Bentuknya seperti payung
putih kekuningan, bagian payungnya warna merah bintik-bintik putih.
Awas, racun pada jamur ini tergolong racun kuat. Beda dengan jamur
merang (Volvariella volvacea), meski mempunyai cincin tetapi bisa
dimakan.
Jamur beracun umumnya tumbuh di tempat
kotor, misalnya pada kotoran hewan dsb. Mereka dapat berubah warna jika
dipanasi. Jika diiris dengan pisau perak atau digoreskan pada perkakas
perak akan meninggalkan warna biru. Warna biru ini disebabkan kandungan
sianida atau sulfida, yang beracun. Sementara nasi akan berwarna kuning
jika dicampur jamur beracun. Petunjuk lain, ia juga tidak dimakan oleh
hewan liar.
Repotnya jenis jamur ini juga berbahaya
kalau sampai sporanya menempel pada kulit, karena dapat menyebabkan
kulit gatal, bahkan melepuh. Bagaiamana ciri-ciri orang yang keracunan
jamur? Selidikilah, apakah ia pusing, perut sakit terutama ulu hati,
mual, sering buang air kecil, tubuh lemas, pucat? Jika ia muntah, adakah
darah pada muntahannya? Racun akibat jamur cukup ganas juga, kalau
tidak tertolong korban bisa meninggal setelah 3 – 7 hari.
Sebelum dimakan, tumbuhan liar di hutan
sebaiknya dimasak dulu untuk mengurangi dampak buruk seperti diare dan
alergi. Bagaimana kalau sedang coba-coba makan tumbuhan hutan lantas
keracunan? Masih ada upaya menetraliskan. Upayakan untuk memuntahkannya
dengan jalan “dipancing-pancing”. Jika sudah muntah minumlah air kelapa.
Pil norit mungkin bisa juga membantu mengurangi kadar racun, kalau ada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar